Fidyah Jalan Kebaikan bagi Mereka yang Tak Mampu Berpuasa
Fidyah: Pilihan Baik untuk Membantu Mereka yang Tidak Bisa Berpuasa
08/12/2025 | HumasIbadah puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat. Namun, Islam sebagai agama yang penuh kasih sayang juga memberikan keringanan bagi mereka yang tidak mampu menjalankannya. Salah satu bentuk keringanan itu adalah fidyah, sebuah amalan pengganti puasa yang bukan hanya memudahkan umat, tetapi juga membawa manfaat besar bagi mereka yang membutuhkan. Dalam konteks inilah fidyah menjadi jalan kebaikan—jembatan antara yang diberi kelapangan dan yang membutuhkan uluran tangan.
Fidyah secara sederhana berarti membayar sejumlah makanan atau memberikan biaya tertentu sebagai pengganti puasa bagi mereka yang secara syar’i tidak mampu berpuasa dan tidak lagi diwajibkan menggantinya di hari lain. Golongan yang dikenai kewajiban fidyah ini antara lain lansia yang sudah tidak kuat berpuasa, orang sakit kronis yang kecil kemungkinan sembuh, serta sebagian perempuan dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk berpuasa dan tidak dapat menggantinya di waktu lain. Melalui mekanisme ini, Islam menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesehatan dan menghormati keterbatasan, tanpa mengurangi nilai ibadah dan kepedulian sosial.
Salah satu keistimewaan fidyah terletak pada nilai kemanusiaannya. Ketika seseorang membayar fidyah, ia tidak hanya menggugurkan kewajiban pribadi, tetapi juga memberi manfaat kepada orang lain. Fidyah yang berupa makanan pokok atau sejumlah uang untuk kebutuhan makan, akan disalurkan kepada fakir miskin yang membutuhkan. Ibadah ini menjadi bentuk empati dan solidaritas sosial yang hadir di tengah umat, terutama saat bulan Ramadhan yang penuh berkah. Itulah mengapa fidyah disebut sebagai “jalan kebaikan”, karena dari satu kewajiban muncul manfaat yang berlipat bagi sesama.
Praktik fidyah juga menjadi sarana edukasi bagi umat agar semakin peka terhadap kondisi sosial. Ketika seseorang menyadari bahwa ibadahnya berdampak langsung pada kelangsungan hidup orang lain, maka tumbuhlah rasa tanggung jawab dan keinginan untuk berbagi. Banyak cerita tentang bagaimana keluarga-keluarga kurang mampu bisa tersenyum karena adanya fidyah yang mereka terima. Dari sekantong beras hingga paket makanan, semuanya menjadi bukti nyata bahwa ibadah tidak hanya berdimensi vertikal kepada Allah, tetapi juga horizontal kepada manusia.
Selain itu, fidyah juga menegaskan dua prinsip penting dalam ajaran Islam: kemudahan dan keadilan. Allah tidak membebani hamba-Nya di luar kemampuan mereka. Orang yang sudah tidak memungkinkan untuk berpuasa tidak dipaksa untuk melakukannya, namun tetap diberi jalan untuk mempersembahkan ibadah dalam bentuk lain. Ini menunjukkan betapa Islam memandang manusia dengan penuh maslahat, tidak kaku, dan selalu memberikan ruang untuk situasi-situasi tertentu. Di sisi lain, fidyah memberi kesempatan bagi mereka yang diberi kelapangan rezeki untuk membantu saudara-saudara yang membutuhkan. Dalam fidyah terdapat keseimbangan—antara ibadah, kemudahan, dan kepedulian.
Di era modern ini, fidyah semakin mudah diakses melalui berbagai lembaga resmi seperti BAZNAS. Dengan mekanisme digital yang aman dan transparan, masyarakat dapat menunaikan fidyah dengan cepat dan tepat sasaran. Lembaga amil zakat akan memastikan fidyah disalurkan kepada penerima yang benar-benar membutuhkan, seperti keluarga dhuafa, lansia kurang mampu, dan masyarakat yang berada dalam kondisi rawan pangan. Hal ini membuat ibadah fidyah semakin relevan dan manfaatnya semakin luas dalam konteks sosial hari ini.
Lebih jauh, menunaikan fidyah bisa menjadi momen refleksi untuk memperkuat rasa syukur. Ketidakmampuan untuk berpuasa akibat kondisi fisik tertentu adalah sebuah ujian, namun Allah menggantinya dengan pintu pahala lain yang bahkan melibatkan manfaat bagi orang lain. Betapa indahnya ajaran Islam, yang memadukan ibadah dengan nilai kemaslahatan. Ketika fidyah dilaksanakan dengan niat yang tulus, bukan hanya kewajiban yang terpenuhi, tetapi juga hadirnya keberkahan dalam kehidupan.
Pada akhirnya, fidyah bukan sekadar pengganti puasa. Ia adalah wujud nyata dari kebaikan, sebuah amalan yang menghubungkan hati satu sama lain. Fidyah mengajarkan bahwa kekurangan seseorang dapat menjadi keberkahan bagi orang lain, dan keterbatasan fisik tidak menghalangi seseorang untuk tetap berkontribusi dalam kebaikan. Melalui fidyah, kita belajar bahwa ibadah bukan semata tentang ritual, tetapi tentang memberi dampak dan menebar manfaat.
Dengan memahami maknanya, menunaikan kewajibannya, dan menyadari hikmah di baliknya, fidyah menjadi jalan menuju ketakwaan sekaligus jalan menuju kepedulian sosial yang lebih luas. Dan bagi mereka yang tak mampu berpuasa, fidyah adalah pintu kebaikan yang tetap mengalirkan pahala, meneguhkan bahwa setiap hamba selalu punya kesempatan untuk beribadah sesuai kemampuannya. Semoga fidyah yang kita tunaikan menjadi amal yang membawa keberkahan bagi kita dan kebaikan bagi sesama.